Singapura Eksekusi Mati 2 Terpidana dalam Sepekan, Dalam waktu sepekan, Singapura melaksanakan eksekusi mati terhadap dua terpidana, yang kembali menyoroti kebijakan keras negara tersebut terkait hukuman mati, terutama dalam kasus-kasus narkotika. Eksekusi ini dilakukan meskipun ada kecaman dari berbagai kelompok hak asasi manusia (HAM) dan masyarakat internasional yang menyerukan penghapusan hukuman mati.

Pada 3 Agustus 2023, seorang pria berusia 36 tahun dieksekusi mati atas tuduhan kepemilikan dan perdagangan narkotika. Beberapa hari kemudian, pada 10 Agustus 2023, seorang terpidana lainnya, juga dengan kasus terkait narkotika, dihukum mati. Kedua terpidana tersebut dinyatakan bersalah atas kepemilikan dan penjualan sejumlah besar narkotika yang menurut hukum Singapura, dianggap sebagai kejahatan yang pantas dihukum mati.

Singapura memiliki salah satu undang-undang narkotika paling ketat di dunia. Negara ini memberlakukan hukuman mati wajib bagi mereka yang terbukti bersalah atas kepemilikan atau perdagangan narkotika dalam jumlah tertentu. Meskipun undang-undang ini telah ada selama beberapa dekade, namun tetap menjadi topik kontroversial, baik di dalam maupun luar negeri.

Namun, kelompok-kelompok HAM mengecam kebijakan ini sebagai tidak manusiawi dan tidak proporsional. Amnesty International, sebuah organisasi HAM terkemuka, menyebut eksekusi ini sebagai “serangan terhadap martabat manusia.” Mereka juga menekankan bahwa hukuman mati tidak terbukti efektif dalam mengurangi kejahatan narkotika.

Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai proses peradilan di Singapura yang dianggap tidak selalu adil. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan dalam penerapan hukuman mati.

Di tengah kontroversi ini, pemerintah Singapura tetap teguh dalam pendiriannya. Mereka berpendapat bahwa hukuman mati adalah alat yang sah untuk melindungi masyarakat dari ancaman narkotika. Menurut mereka, kebijakan ini telah berhasil menjaga tingkat kejahatan narkotika di Singapura tetap rendah. Mereka juga menyatakan bahwa setiap kasus dievaluasi secara cermat oleh pengadilan sebelum keputusan akhir diambil.

Namun, tekanan internasional untuk menghapuskan hukuman mati di Singapura terus meningkat. Mereka menekankan bahwa hukuman yang lebih manusiawi dan pendekatan rehabilitasi bisa menjadi alternatif yang lebih efektif dalam menangani masalah narkotika.